PROSES KEJADIAN MANUSIA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DI DALAMNYA


PROSES KEJADIAN MANUSIA

DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DI DALAMNYA

Oleh: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I

(Guru Sang Dewo (SMPN 2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang)

A.     Latar Belakang

Manusia adalah makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Manusia dilengkapi akal untuk berfikir yang membedakannya dengan binatang. Mengenai proses kejadian manusia, dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hijr (15) : 28-29) diterangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan bentuk yang sebaik-baiknya kemudian ditiupkan ruh kepadanya hingga menjadi hidup.

Diantara sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan yang mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pithecanthropus dan Meghanthropus.

Di lain pihak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya agama Islam yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam a.s. disusul Siti Hawa dan kemudian keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Untuk lebih jelasnya akan dibahas secara detail dalam artikel ini.

B.      Proses Kejadian Manusia

Manusia adalah makhluk dan bukan ada dengan sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah swt. Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah telah dijelaskan dengan jelas mengenai proses kejadian manusia. Seperti firman Allah swt. dalam surat Al-Insaan (76) : 2,

…  (الإنسان : ٢)

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur …”. (QS. Al Insaan (76) : 2).

Dan juga seperti sabda Nabi saw. yang artinya:

“Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan pembentukan (kejadiannya) di dalam rahim ibunya selama empatpuluh hari berupa nutfah (air yang kental / sperma) kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, lalu menjadi gumpalan seperti daging selama itu juga, hingga diutuslah Malaikat kepadanya, kemudian Malaikat itu meniupkan ruh kepadanya, dengan sekaligus diperintah / ditentukan empat perkara : (yaitu) rizkinya, ajalnya / umurnya, amal perbuatannya dan ditetapkan ia celaka atau bahagia “.          (Al Hadits).

Selain itu, dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya kedokteran yang semakin maju ini juga telah meneliti tentang proses kejadian manusia ini yaitu sejak bertemunya sperma dan ovum dalam rahim ibu (masa inkubasi) hingga terbentuk manusia yang dilahirkan ke dunia. Sekarang ini dalam dunia kedokteran proses melahirkan manusia tidak hanya melalui rahim ibu, tetapi bisa dengan proses bayi tabung misalnya. Bahkan yang terbaru dan perlu ditanyakan sah tidaknya menurut Islam adalah seperti proses implantasi embrio ke dalam rongga perut laki-laki, karena hal ini menyalahi kodrat yang telah ditentukan bahwa yang melahirkan itu adalah seorang perempuan bukan seorang laki-laki.

Terlepas dari itu semua kita kembali ke pokok masalah, yaitu proses kejadian manusia. Dalam Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Manusia pertama, Adam a.s. (keterangan lebih jelas di sub bab kedua, asal usul manusia) diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4).

Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.

Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di dalam materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam a.s. yang merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang semula adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi bentuk lain (khalq akhar) yaitu manusia dalam bentuk yang sempurna. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan), makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan indung telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim dengan transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis (jibillah) yang cocok untuk menerima ruh. Sampai di sini prosesnya murni bersifat materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian setiap manusia menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embrio sudah siap dan cocok menerimanya. Maka dari pertemuan antara ruh dan badan, terbentuklah makhluk baru manusia.

C.      Asal Usul Manusia

Seperti penjelasan di atas tentang proses kejadian manusia, bahwa manusia pertama adalah Adam a.s. Jadi asal usul manusia berasal dari Adam a.s. menurut keterangan ini. Akan tetapi mengenai asal usul manusia ini terdapat dua pendapat, yang satunya sesuai dengan keterangan di atas bahwa asal usul manusia dari nabi Adam a.s, ini merupakan pendapat para ahli agama sesuai dengan kitab-kitab suci sebagai dasar (termasuk agama Islam).

Pendapat kedua berdasarkan penemuan fosil-fosil oleh para ilmuan berpendapat bahwa asal usul manusia sesuai dengan teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera berjalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Teori evolusi ini dipelopori oleh seorang ahli zoologi bernama Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teorinya ia mengatakan : “Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan”. Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia.

Teori ini mempunyai kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Seperti ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada Jadi secara jujur dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.

Lain halnya dengan apa yang tertulis dalam kitab, khususnya Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an jika dipadukan dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.

Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu enam masa. hal ini sesuai dengan firman Allah :

“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah itu kepada Yang Maha Mengetahui.” (QS. Al Furqaan (25) : 59)

Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing. (tidak berevolusi).

“…dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (QS. Al Furqaan (25) : 2)

Dari perpaduan antara Al Qur’an dengan hasil penelitian ini maka teori evolusi Darwin tidak dapat diterima. Dari penelitian membuktikan bahwa kurun akhir (cenozoikum) adalah masa dimana mulai muncul manusia yang berbudaya dan Allah menciptakan lima kurun sebelumnya lengkap dengan segala isinya adalah untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah di dalam salah satu firman-Nya :

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu” (QS Al Baqarah (2) : 29)

Kemudian di dalam surat Al Baqarah ayat 31 s/d 32 Allah berfirman :

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : ‘Sebutlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’. Mereka menjawab : ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain daripada apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al Baqarah (2) : 31-32)

Untuk memelihara kelebihan ilmu yang dimiliki oleh Adam a.s maka Allah berkenan menurunkan kepada semua keturunannya agar derajat mereka lebih tinggi daripada makhluk yang lain. Apabila kita menilik kepada literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah antropologi, maka akan tampak sekali keragu-raguan dari para ahli antropologi sendiri, apakah Homo Sapiens itu benar-benar berasal dari Pithecanthropus dan Sinanthropus? Setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya para ahli mengambil kesimpulan bahwa Pithecanthropus dan Sinanthropus bukanlah asal (nenek moyang) dari Homo Sapiens (manusia), tetapi keduanya adalah makhluk yang berkembang dengan bentuk pendahuluan yang mirip dengan manusia kemudian musnah.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata : ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’. Tuhan berfirman : ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tdak kamu ketahui’.”(QS. Al Baqarah (2) : 30)

Dari ayat ini banyak mengandung pertanyaan, siapakah makhluk yang berbuat kerusakan yang dimaksud oleh malaikat pada ayat di atas. Dalam literatur Antropologi memang ada jawabannya yaitu sebelum manusia Homo Sapiens (manusia berbudaya) memang ada makhluk yang mirip dengan manusia yang disebut Pithecanthropus, Sinanthropus, Neanderthal, dan sebagainya yang tentu saja karena mereka tidak berbudaya maka mereka selalu berbuat kerusakan seperti yang dilihat para malaikat.

Nama-nama makhluk yang diungkapkan para ahli antropologi diatas dapat pula ditemui dalam pendapat para ahli mufassirin. Salah satu diantaranya adalah Ibnu Jazir dalam kitab tafsir Ibnu Katsir mengatakan : “Yang dimaksud dengan makhluk sebelum Adam a.s diciptakan adalah Al Jan yang kerjanya suka berbuat kerusuhan”.

Dengan demikian dari uraian-uraian diatas penulis sendiri mempunyai kesimpulan bahwa Adam a.s adalah manusia pertama, khalifah pertama dan Rasul (nabi) pertama. Jadi asal usul manusia adalah dari manusia sendiri bukan dari kera seperti yang dikemukakan oleh teori evolusi. Manusia adalah sebaik-baik makhluk, jadi tidak mungkin nenek moyang kita seekor kera. Jika nenek moyang kita seekor kera maka kita sama halnya dengan binatang.

D       Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia

Bicara tentang tujuan dan fungsi memang sedikit rancu. Keduanya hampir sama dan biasanya jika sesuatu hal mempunyai tujuan pasti juga mempunyai fungsi. Dalam bahasa Indonesia, kata tujuan biasanya diikuti oleh kata agar atau supaya. Sedangkan kata fungsi diikuti kata untuk. Dalam makalah ini akan dijelaskankan tujuan dan fungsi dari penciptaan manusia, karena tidak mungkin Allah swt. menciptakan manusia tanpa ada maksud tertentu dibalik penciptaan itu.

Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia itu mengabdi kepada Allah artinya sebagai hamba Allah agar menuruti apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam surat Adz Dzariyat (51) : 56:

“Dan Aku tidak menciptakan Jin  dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”. (QS. Adz Dzariyat: 56).

Manusia yang diciptakan oleh Allah swt. dengan sebaik-baiknya bentuk dan seindah-indahnya rupa dengan dilengkapi akal supaya dapat digunakan berfikir, panca indera, hati dan sebagainya supaya manusia bersyukur atas apa yang telah diberikan.

Sedangkan fungsi dari penciptaan manusia ini secara global kami menyebutkan tiga kalsifikasi, yaitu:

1.      Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

Al-Qur’an menegakkan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat. Diantaranya yang dibebankan kepada manusia adalah untuk memakmurkan kehidupan di bumi. Manusia mempunyai tugas sebagai khalifah/penguasa di muka bumi ini. Dengan pengertian, bahwa manusia dibebani tanggung jawab dan anugerah kekuasaan untuk mengatur dan membangun dunia ini dalam berbagai segi kehidupan. Tugas kekahalifahan ini bagi manusia adalah merupakan tugas suci, karena merupakan amanah dari Allah swt.

Salah satu implikasi terpenting dari kekhalifahan manusia di muka bumi ini adalah pentingnya adalah kemampuan untuk memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Manusia memilki kemungkinan untuk hal ini dikarenakan kepadanya dianugerahkan Allah swt. berbagai potensial, seperti akal pikiran, panca indera dan juga hati.

Adapun tugas kekhalifahan yang dibebankan kepada manusia itu banyak sekali, tetapi dapat disimpulkan ke dalam empat bagian pokok, yaitu:

  1. Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi menuntut ilmu yang berguna dan menghiasi diri dengan akhlak mulia;
  2. Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga dengan jalan membentuk rumah tangga bahagia, menyadari dan melaksanakan tugas dan kewajiban rumah tangga sebagai suami isteri dan orang tua;
  3. Tugas kekhalifahan dalam masyarakat, dengan mewujudkan persatuan dan kesatuan, menegakkan kebanaran dan keadilan social, bertanggung jawab dalam amar ma’ruf dan nahi munkar dan menyantuni golongan masyarakat yang lemah;
  4. Tugas kekhalifahan terhadap alam semesta yang lain, dengan memanfaatkan seluruh sumber-sumber yang tersedia di alam guna memenuhi keperluan hidupnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah swt. seperti tidak boleh merusak alam, tidak boleh mengeksploitasi untuk kepentingan individu atau golongan, tidak boleh memanfaatkannya secara berlebih-lebihan dan hal-hal yang merusak lainnya.

Demikian tugas-tugas manusia sebagai khalifah di bumi ini. Untuk melaksanakannya manusia harus mengikuti pedoman sebagaimana yang telah disyari’atkan dalam Islam.

2.      Manusia sebagai Warosatul Anbiya’

Kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini mengemban misi sebagai ‘Rahmatal lil ‘Alamiin’ yakni suatu misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh alam untuk tunduk dan taat pada syari’at-syari’at dan hukum-hukum Allah swt. guna kesejahteraan perdamaian, dan keselamatan dunia akhirat.

Kemudian misi itu disempurnakan dengan pembentukan pribadi yang Islami, yaitu kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh, serta bermoral tinggi dengan berpijak pada tiga kekuatan Ruhani pokok yang berkembang pada pusat kemanusiaan manusia, yaitu:

  1. Individualitas, yakni kemampuan mengembangkan diri pribadi sebagai makhluk pribadi;
  2. Moralitas, yakni  kemampuan mengembangkan diri selaku anggota masyarakat berdasarkan moralitas (nilai-nilai moral dan agama);
  3. Sosialitas, yakni kemampuan mengembangkan diri selaku anggota masyarakat.

Di samping itu, misi tersebut berpijak pada trilogy hubungan manusia, yaitu:

  1. Hubungan manusia dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya;
  2. Hubungan manusia dengan masyarakat, karena manusia sebagai anggota masyarakat;
  3. Hubungan manusia dengan alam sekitarnya, karena manusia selaku pengelola, pengatur, serta pemanfaatan kegunaan alam.
  4. Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)

Fungsi ini mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah swt. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah swt. dengan penuh keikhlasan. Secara luas konsep ‘abd ini meliputi seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya. Semua yang dilakukan oleh manusia dalm kehidupannya dapat dinilai sebagai ibadah jika semua yang dilakukan (perbuatan manusia) tersebut semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt.

E.      Nilai-Nilai Pendidikan dalam Proses Kejadian Manusia

Bahasan terakhir adalah mengenai nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses kejadian manusia. Segala sesuatu jika kita cermati pasti memiliki nilai-nilai dibalik sesuatu itu, dalam hal ini nilai-nilai pendidikan yang dimaksud. Dalam proses kejadian manusia yang merupakan inti dari bahasan ini, penulis menuliskan beberapa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses tersebut, yaitu:

1.      Kesabaran dan kedisiplinan

Proses kejadian manusia dalam rahim ibu berlangsung secara bertahap, tidak langsung jadi. Tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara teratur mulai dari nuthfah, menjadi darah terus menjadi segumpal daging hingga ditiupkan ruh kepadanya dan menjadi manusia. Itu semua menandakan kesabaran dan kedisiplinan, baik dalam waktu (tiap 40 hari) maupun proses perkembangannya. Di samping itu manusia dalam usaha untuk menghasilkan keturunan juga dituntut untuk bersabar.

2.      Pasrah dan taat

Dari urut-urutan/tahapan-tahapan proses terciptanya manusia, manusia tidak bisa memilih. Artinya manusia tidak bisa menginginkan dilahirkan dalam lingkungan yang serba ada (kaya) atau sebaliknya. Manusia pasrah/menerima apa adanya karena ketidakberdayaan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Di samping itu dari unsur pasrah tadi manusia senantiasa menjadi taat kepada Sang Pencipta.

3.      Potensi mendidik dan dididik

Selama proses tersebut, manusia tanpa disengaja menerima stimulan-stimulan dari luar sehingga tanpa disadari manusia meski belum dilahirkan ke dunia (dalam kandungan) sudah belajar dari stimulan-stimulan tadi. Sehingga ketika manusia itu lahir, sudah mempunyai potensi untuk meneruskan belajarnya yang membawa manusia mempunyai potensi mendidik dan dididik.

4.      Potensi Melindungi dan ingin dilindungi

Selama proses tersebut, manusia sudah pasti mendapatkan perlindungan dari orang tuanya. Ibu yang mengandung bayi (bakal manusia baru) akan melindungi bayinya dengan penuh kasih sayang sampai bayi tersebut terlahir kedunia. Jadi bayi yang dikandung tersebut yang telah mendapat perlindungan dari orang tuanya secara otomatis mempunyai potensi melindungi dan ingin dilindungi jika kelak sudah menjadi manusia yang sebenarnya.

5.      Tanggung Jawab

Nilai ini sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah di bumi. Manusia dengan tahapan-tahapan selama proses penciptaan manusia hingga manusia terlahir di dunia sudah mengemban tugas (amanah) dari Sang Pencipta, yaitu sebagai khalifah di bumi. Untuk itu memilki tanggung jawab yang besar ketika manusia itu lahir.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses kejadian manusia di atas adalah sebagian saja menurut penulis sendiri. Beda orang pasti beda persepsi dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu.

F.      Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, kami membuat beberapa kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan. Adapun kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1.   Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial, yakni proses kejidian nabi Adam a.s, yaitu nabi Adam a.s, sebagai manusia pertama diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri (manusia) tersebut. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.

2.   Manusia pertama adalah nabi Adam a.s, sedangkan fosil-fosil yang ditemukan oleh beberapa ilmuwan yang diteliti berupa kera-kera besar yang mirip manusia bukanlah nenek moyang manusia. Kera-kera besar itu ada jauh sebelum nabi Adam a.s, ada.

3.   Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia menyembah dan mengabdi kepada Allah swt. Sedangkan fungsi penciptaan manusia ke dunia, diklasifikasikan ke dalam tiga (3) pokok, yaitu:

1.   Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi

2.      Manusia sebagai Warosatul Anbiya’
3.      Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)

4.   Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses kejadian manusia kami sebutkan lima (5) pokok, yaitu:

1.      Kesabaran dan kedisiplinan
2.      Pasrah dan taat
3.      Potensi mendidik dan dididik
4.      Potensi Melindungi dan ingin dilindungi
5.      Tanggung Jawab

G.      Saran

Apabila setiap orang sibuk dengan urusan dirinya, dalam arti memahami serta mengoreksi aib yang selalu mewarnai karakter serta perjalanan hidupnya, niscaya akan senantiasa patuh dan tunduk terhadap setiap peraturan yang dibuat oleh yang menciptakan langit dan bumi beserta isi antara keduanya. Manusia diciptakan sebagai pembawa misi. Yakni, misi kepemimpinan di bumi guna mengatur dan menata kehidupan yang ada padanya dengan Hudan dan Furqan yang menjadi pegangannya. Itulah fitrah manusia. Oleh karena itu, untuk memahami diri yang disebut manusia tidak semudah seperti belajar ilmu matematika atau lainnya. Untuk memahami manusia diperlukan waktu yang sangat serius, karena hal tersebut tidak saja menyangkut rasio tetapi terlebih lagi diperlukan iman. Sementara kalau mempelajari matematika misalnya, tidak diperlukan iman.

Dengan terselesaikannya makalah ini semoga bermanfaat bagi semuanya dan pembaca khususnya. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Untuk itu masukan-masukan dari pihak-pihak yang merespon makalah ini sangat kami tunggu. Dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga kita bersama dapat menjalani ini semua dengan Ridha-Nya tentunya. Amiin.

Sekian

Semoga Bermanfaat