Hadits Ikhlas Beramal


 HADITS IKHLAS BERAMAL

By: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I

(Guru Sang Dewo (SMPN 2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang)

Sebelum memasuki Hadits mengenai ikhlas terlebih dahulu akan kami kemukakan ayat ikhlas sebagai mukaddimah:

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا(146)

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya.

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah e bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kita Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala). Fungsi niat disini adalah sebagai pembeda antara ibadah dengan kebiasaan.
  2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati. Jadi ketika orang tersebut hanya berkata di lisan maka itu tidak dinamakan niat, hanya kalam.
  3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah. Keihklasan akan mendatangkan sesuatu yang berbeda kepada orangnya. Secara umum ikhlas berarti hilangnya rasa pamrih atas segala sesuatu yang diperbuat. Menurut kaum Sufi, seperti dikemukakan Abu Zakariya al Anshari, orang yang ikhlas adalah orang yang tidak mengharapkan apa-apa lagi. Ikhlas itu bersihnya motif dalam berbuat, semata-mata hanya menuntut ridha Allah tanpa menghiarukan imbalan dari selainNya. Dzun Al-Nun Al Misri mengatakan ada tiga ciri orang ikhlas, yaitu; seimbang sikap dalam menerima pujian dan celaan orang, lupa melihat perbuatan dirinya, dan lupa menuntut balasan di akhirat kelak. Menurut Fudhail ikhlas kebersihan hati dari perkara yang menjenuhkan hati.  Jadi dapat dikatakan bahwa ikhlas merupakan keadaan yang sama dari sisi batin dan sisi lahir. Ikhlas dibagi 2, yaitu ikhlas mencari pahala dan ikhlas amal. Ikhlas adalah tingkat ihsan, yang meyakini sekalipun dirinya tidak dapat melihat Allah tapi Allah melihat apa saja yang ia  kerjakan. Ia meyakini Allah bersama dengannya dimanapun ia berada. Desah nafasnya, getar hatinya, lintasan berfikirnya, resah jiwanya  selalu  merasa dalam pengawasan Allah, sang Kekasih….
  4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya. Niat itu mencerminkan keihklasan seseorang, dan sejauh mana ikhlasnya.
  5. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah. Hal ini sebagaimana yang sudah penulis terangkan diatas bahwa fungsi niat adalah pembeda antara ibadah dengan rutinitas.
  6. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Maka dari itu dapat diambil garis lurus bahwa niat dalam suatu perbuatan itu berada diawal perbuatan tersebut jika tidak maka namanya hanyalah azm atau qasdu saja.

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ                                       [رواه البخاري ومسلم]

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah e bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.                        (Riwayat Bukhori dan Muslim)

 

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Termasuk sikap wara’ adalah meninggalkan syubhat . karena banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
  2. disamping itu Hadits ini juga menganjurkan agar seseorang menjauhi perbuatan dosa kecil karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar.
  3. Hendaklah seseorang memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik. Karena hati merupakan sumber niat, maka segala unsur jasmani tergantung pada hati.
  4. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati. Maka dari itu kebaikan dalam batiniah dapat dilihat dengan amaliah sehari-hari. Tidak mungkin orang atau manusia akan berusaha membohongi hatinya sendiri. Dan jika itu terjadi maka manusia tersebut akan munafik.
  5. Pertanda ketaqwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan. Taqwa (berasal dari kata wiqayah), berarti terpelihara dari kejahatan, karena adanya keinginan yang kuat untuk meninggalkan kejahatan. Dalam Al Qur’an terdapat kata taqwa dalam beberapa pengertian diantaranya takut (Q.S Al Baqarah:41 ), ketaatan dan ibadah (Q.S Ali Imran;102) dan bersih dari dosa (Q.S An Nur:52) dan masih banyak lagi yang berjumlah 12 arti. Menurut kaum sufi taqwa dalam pengertian terakhirlah yang mereka maksudkan, yakni terpeliharanya hati dari berbagai dosa yang mungkin terjadi karena adanya keinginan yang kuat untuk meninggalkannya sehingga mereka terpelihara dari perbuatan buruk (jahat). Al Ghazali  mengatakan taqwa merupakan ketundukan dan ketaatan (manusia) kepada perintah Allah  dan menjauhi segala yang dilarangNya. Ibnu Athailah membagi taqwa menjadi 2 macam; taqwa lahir dan taqwa batin. Taqwa lahir dilakukan melalui pemeliharaan terhadap hukum-hukum Allah yang telah ditetapkanNya, sedangkan taqwa batin dilakukan dengan menanamkan niat suci dan keikhlasan yang murni dalam beramal. Pengertian taqwa sangat banyak setiap sufi memberikan pengertian sendiri-sendiri menurut  pengalaman mereka. Ketaqwaan ini akan tercapai karena adanya dorongan jiwa yang kuat. Dorongan ini menurut mereka, terdiri dari peningkatan sikap lapang dada terhadap apa yang sudah dimiliki dan meningkatkan kesabaran terhadap yang hilang dari tangannya. Dasar semua ini adalah keimanan yang kuat dan keikhlasan yang benar.
  6. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana. Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ كُهَيْلٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ قَالَ سَمِعْتُ جُنْدَبًا يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَهُ فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ(البخاري)

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Nabi SAW bersabda: barang siapa yang memperdengarkan (amalnya) maka Allah akan memperdengarkannya, dan barang siapa yang pamer (amalnya) maka Allah akan pamer dengan orang tersebut. (Bukhori)

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Orang yang beramal dan memperdengarkan amalnya kepada orang lain maka dia termasuk orang yang  memamerkan amalnya kepada orang lain. Jika begitu maka tidak ada keikhlasan dalam beramal bagi orang yang suka memperdengarkan amalnya. Kalau kita berbicara mengenai riya’ yang lebih dalam lagi yaitu: menghitung amal baik kita dimasa lampau itu sudah termasuk riya’. Bahkan niat ibadah taqarrub billah itupun sudah riya’. Riya’ ada dua, riya’ murni dan campuran.
  2. Orang yang suka pamer nanti Allah akan pamer terhadap orang tersebut bahwa Allah maha kaya dan tidak membutuhkan amal dari orang tersebut. Sebenarnya Hadits ini sangat simple dan praktis namun  sulit dilakukan. Seorang manusia yang beramal harus memurnikan niatnya karena Allah dan tidak boleh menceritakan amalnya tersebut. Penceritaan terhadap amal seseorang berarti manusia tersebut tidak ikhlas dengan amalnya. Sebenarnya jika seseorang itu imannya kuat, dan didorong ilmu yang cukup maka ia akan menjadi orang ikhlas dalam beramal dan untuk memperkuat iman itu harus dilakukan secara integral dan kaffah.

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى الْإِخْلَاصِ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَعِبَادَتِهِ لَا شَرِيكَ لَهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ مَاتَ وَاللَّهُ عَنْهُ رَاضٍ قَالَ أَنَسٌ وَهُوَ دِينُ اللَّهِ الَّذِي جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ وَبَلَّغُوهُ عَنْ رَبِّهِمْ قَبْلَ هَرْجِ الْأَحَادِيثِ وَاخْتِلَافِ الْأَهْوَاءِ وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فِي آخِرِ مَا نَزَلَ يَقُولُ اللَّهُ فَإِنْ تَابُوا قَالَ خَلْعُ الْأَوْثَانِ وَعِبَادَتِهَا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ وَقَالَ فِي آيَةٍ أُخْرَى فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى الْعَبْسِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ مِثْلَهُ(ابن مجه:69)

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Dari Anas ibn Malik, dia berkata, Rasulullah bersabda: Barang siapa memisahkan diri dari dunia dengan ikhlas karena Allah dan ibadah kepadaNya yang tidak menyukutukannya, dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat kemudian ia mati, maka Allah ridho terhadapnya. Anas berkata: itulah agama yang para utusan datang dengan membawa agama tersebut, dan para utusan menyampaikan itu semua dari Tuhan mereka sebelum datang (turun cerita perang) dan bercampurnya hawa nafsu. Pembenaran itu semua ada pada akhir sesuatu yang telah diturunkan, Allah berfirman Fain Tabu dst.(Ibn Majah).

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Orang hendaknya berniat untuk mencari dunia karena Allah, karena yang demikian termasuk ikhlas dan bernilai ibadah. Dan lagi seorang manusia hendaklah mencari dunia sekadarnya saja, karena dunia akan selalu menjadi penghalang bertemunya manusia dengan khaliqnya. Sebenarnya Hadits ini sangat praktis namun sulit untuk dilakukan karena kebanyakan manusia terbelenggu oleh materi dunia.
  2. Setiap ibadah yang dilakukan oleh manusia haruslah dengan ikhlas yang semata-mata karena Allah. Kalau penulis boleh berbicara lebih dalam lagi, yaitu orang tersebut beribadah terdapat 3 alasan, dan menjadi kriteria keikhlasan masing-masing. 1) orang beribadah karena ingin mendapatkan surga dan takut dari neraka, 2) orang beribadah karena rasa syukur kepada Allah atas nikmatnya, 3) orang beribadah yang tidak mengharapkan imbalan atau apa-apa, ia hanya murni menjalankan kewajibannya sebagai hamba kepada tuhannya. Dan lagi yaitu Hadits ini juga mengandung perintah untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun dan hal itu  juga dilakukan dengan ikhlas.
  3. Keridhaan Allah disini diterangkan karena seorang manusia menjalankan perintah Allah antara lain mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Pada dasarnya semua ini di background oleh iman seseorang kepada Allah, maka tanpa adanya iman manusia tidak akan menjalankan yang namanya islam dan keikhlasan dalam beramal. Sebagaimana diterangkan diatas bahwa ikhlas bertingkat-tingkat. Maka manusia tergantung kadar imannya dalam ikhlas fil amal.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سُوقَةَ عَنْ نَافِعِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ حَدَّثَتْنِي عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنْ الْأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ قَالَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ(البخاري)

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Rasulullah SAW bersabda: para tentara akan berperang untuk merusak ka’bah, maka ketika tentara sudah sampai di tanah baida’, mereka di masukkan ke tanah dari yang terdepan sampai yang terakhir. Aisah berkata: saya berkata hai rasulullah, bagaimana mereka dimasukkan ke tanah dari  yang terdepan sampai yang terakhir dan didalamnya terdapat pasar mereka, dan orang yang bukan golongan mereka. Nabi bersabda: mereka dimasukkan ketanah (dirusak) dari awal hingga akhir kemudian mereka dibangunkan sesuai dengan niat mereka (Bukhori).

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Orang yang merusak atau menantang Allah akan hancur. Dalam Hadits ini lafadhnya praktis yaitu orang yang ingin menghancurkan ka’bah yang merupakan kiblat manusia untuk menyembah Allah.
  2. Hadits ini juga menunjukkan bahwa niat merupakan sesuatu hal yang penting dalam setiap perjalanan manusia. Orang sama-sama menuju ke tempat yang sama akan tetapi niatnya berbeda  maka akan menjadikan pandangan Allah berbeda terhadap kedua orang tersebut.
  3. Dalam Hadits ini juga secara tidak langsung menyatakan bahwa Allah memandang batin seseorang dari pada fisik dan tempatnya. Hal itu terbukti bahwa orang yang niatnya berbeda yang berada di tengah-tengah tentara perusak akan dibangkitkan lagi.
  4. Jika seorang manusia berniat akan melakukan sesuatu haruslah ikhlas karena Allah dan semata-mata untuk mencari ridhonya. Maka jika manusia ikhlas dalam niat dan melakukan sesuatu, amal yang kecil akan lebih berharga dimata Allah daripada amal yang besar tapi tanpa niat yang ikhlas.
  5. Namun orang yang ikhlas tersebut berada dalam kekawatiran yang amat besar. Jika tergelincir sedikit niatnya maka hancurlah ikhlasnya.

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَدِيُّ بْنُ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Dari Nabi SAW, dia bersabda ketika seorang laki-laki memberi nafaqah kepada ahlinya dengan kecukupan (kadar yang cukup), maka baginya hal itu merupakan sedekah( Bukhori).

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Sebenarnya kalau kita melihat Hadits ini melakukan suatu amal itu tidak sulit. Dalam Hadits ini dikatakan bahwa pemberian nafaqah laki-laki kepada ahlinya merupakan sedekah baginya.
  2. Namun lagi-lagi hal tersebut diperlukan niat yang benar dan keihklasan dari seseorang yang menafaqahi. Tanpa adanya niat yang benar maka sesuatu tersebut menjadi tidak bernilai. Seperti halnya ibadah jika memakai niat yang benar yang ikhlas karena Allah maka ibadah tersebut akan mempunyai muatan. Demikian halnya sebaliknya jika ibadah tersebut tanpa niat maka hal itu tidak ada bedanya dengan kebiasaan. Dan kebiasaan akan menjadi ibadah bila hal itu diniati dengan benar. Kalau berbicara masalah niat dan ikhlas itu mudah dibicarakan tetapi sulit diaplikasikan. Penulis sendiri belum tentu dapat mengaplikasikan hal tersebut.

حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Hakam ibn Nafi’ menceritakan kepadaku dia berkata Syuaib menceritakan kepadaku dari Zuhry dia berkata; Amir ibn Sa’ad menceritakan kepadaku dari Sa’ad ibn Abu Waqash, sesungguhnya dia memberi kabar kepadanya, sesungguhnya Rasulullah SAW berkata: sesungguhnya kamu tidak memberikan nafaqah dengan mengharap wajah Allah dengan nafaqah tersebut, kecuali kamu di beri pahala atas hal itu, sehingga sesuatu yang kamu jadikan dalam mulut istrimu. (Muslim)

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Hadits ini pada intinya sama dengan Hadits diatas menyatakan bahwa amal atau pekerjaan laki-laki memberi nafkah keluarganya termasuk sedekah dan akan diberi imbalan oleh Allah. Karena pekerjaan tersebut lebih mulia  daripada meminta-minta.
  2. Akan tetapi hal itu harus dilandasi dengan niat semata-mata karena Allah. Sebagaimana penulis kemukakan diatas bahwa sesuatu akan mempunyai indikasi yang berbeda dengan niat yang berbeda. Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu hendaklah dilakukan karena Allah.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ(البخاري)

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Dari Abu Musa dia berkata; laki-laki telah datang kepada nabi SAW, kemudian laki-laki berkata: seorang laki-laki berperang dengan panasnya hawa nafsu, dan laki-laki berperang dengan pemberani, dan laki-laki berperang dengan riya’(pamer), maka mana laki-laki yang berperang di jalan Allah. Nabi bersabda; seseorang yang berperang agar kalimat Allah menjadi mulia, maka dia termasuk orang yang berperang di jalan Allah (Bukhori)

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Niat perang seseorang berbeda-beda, ada seseorang yang berperang karena menuruti hawa nafsunya. Yaitu orang yang berperang karena marah karena harga dirinya atau karena sesuatu yang diejek dari dirinya.
  2. Orang yang berperang dengan pemberani, pada prinsipnya ia hanya pemberani tanpa adanya suatu hal khusus yang mendorongnya berperang. Orang yang berperang karena  riya’ terhadap orang lain atau manusia yang lain. Orang ini berperangan karena mengharapkan pujian dari orang lain. Dan yang akan ia dapat hanyalah pujian itu.
  3. Semuanya itu tergantung kepada niatnya dan keikhlasannya, apabila niatnya untuk meluhurkan agama Allah maka ia termasuk Sabilillah dan itu harus dilakukan dengan ikhlas, tanpa mengharakan imbalan apapun.

حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَكْشِفُ رَبُّنَا عَنْ سَاقِهِ فَيَسْجُدُ لَهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ فَيَبْقَى كُلُّ مَنْ كَانَ يَسْجُدُ فِي الدُّنْيَا رِيَاءً وَسُمْعَةً فَيَذْهَبُ لِيَسْجُدَ فَيَعُودُ ظَهْرُهُ طَبَقًا وَاحِدًا (البخاري)

Terjamah Hadits /ترجمة الحديث :

Laki-laki berkata saya mendengar dari nabi dia berkata Tuhanku membuka kekuasaannya kemudian setiap orang mu’min laki-laki dan perempuan sujud padaNya, maka masih tetap orang yang sujud di dunia karena riya’ dan sum’ah kemudian ia pergi untuk bersujud maka punggungnya kembali dengan pangkat satu (Bukhori)

Kandungan dan Keterangan Hadits

  1. Allah menyuruh manusia untuk menyembahNya karena manusia adalah seorang hamba, dan juga dibalik perintah tersebut terdapat perintah ikhlas dalam melakukannya tanpa mengharap apapun hanya menjalankan kewajiban saja.
  2. Namun diantara manusia terdapat orang yang riya’ yang suka memamerkan amalnya. Orang yang beramal seperti itu tidak akan berarti apa-apa, karena riya’ merupakan pelebur amal perbuatan manusia. Berbicara mengenai riya’ para ulama memberikan ta’rif yang berbeda-beda karena berbeda-bedanya maqam mereka ketika menghadapi hal itu. Sementara pembagian riya’ sudah diterangkan diatas. Mudah saja mengenai riya’ yaitu: meninggalkan suatu amal karena manusia itu namanya riya’ dan beramal karena manusia itu syirik.

Demikian penjelasan Hadits dari kami, apabila terdapat kesalahan hal itu karena kami hanya merupakan manusia biasa yang tak luput dari kesalahan baik yang kami sengaja maupun tidak kami sengaja kami mengharap pembaca untuk berkenan memberikan saran dan kritik kepada kami . sedangkan jika benar itu semata merupakan hidayah, I’anah dan taufiq dari Allah.

وبالله التوفيق والهداية والحمد لله رب العلمين

والله اعلم بالصواب

Leave a comment